Senin, 27 Desember 2010

Saya Bukan Muslimah Sejati

Muslimah, sebuah kata yang mulai saya cari maknanya.
Setelah saya tak bisa lagi menerima sikap seseorang yang sudah saya cap “muslimah sejati”.
Cap itu saya berikan padanya karena dia selalu mengenakan jilbab, sholat rajin ke mesjid, tutur kata nya lemah-lembut, berjalan selalu menunduk, dan rumah nya bersih.

Dan ketika suatu hari saya sedang duduk2 bercengkrama dengan para tetangga di sebuah gang sempit, dia lewat,
tetap menunduk,
tanpa ucapan permisi sedikit pun,
padahal jilbab besar yang dikenakannya, menyapu wajah salah seorang tetangga saya.
Kalau kata orang Betawi, itu “gedebong pisang liwat” namanya.

Itulah awal dimana saya mulai berpikir ulang tentang cap baik yang saya berikan padanya.
Kemudian ketika ada seorang bapak pemungut sampah yang rutin mengangkut sampah di rumahnya, dia lewat, menutup hidung, masuk ke rumah, dan sedikit membanting pintu.
Begitu pula ketika seorang pengamen dan pengemis berhenti di depan pintu rumah nya yang sedang terbuka, lagi2 pintu dia banting, tanpa berikan uang sepeser pun.
Padahal setahu saya, dia lah orang yang paling rajin menyumbang uang di mesjid dekat rumah, dengan jumlah yang lumayan besar, dan berkurban setiap tahun.
Dan dia pun memang tidak pernah bergaul dan bertegur sapa dengan para tetangganya.

Ini membuat saya jadi membandingkan dengan diri sendiri, dimana pengetahuan keislaman saya sangatlah dangkal.
Setiap saya bertemu dengan si bapak pemungut sampah, saya selalu bertanya padanya, “apa bapak sehat?”. Bahkan sesekali jika saya punya sedikit uang lebih, saya berikan padanya 5000 rupiah. Tidak banyak. Tidak bisa saya banggakan. Tidak bisa saya sombongkan. Uang itu saya berikan hanya karena terlintas dipikiran “mungkin saja dia belum makan hari ini”.
Saya tak ragu untuk menyentuh tangannya yang berlumuran sampah, untuk memberikannya uang dan bersalaman. Itu membuat tangan saya kotor memang. Berbeda dengan si muslimah sejati yang selalu ingin bersih, karena kebersihan sebagian dari iman.

Kemudian saya pernah dekat sekali dengan seorang pria homoseksual, saya pernah mengunjungi tempat pelacuran dimana teman saya bekerja.
Saya lakukan itu karena saya ingin merubah mereka menjadi orang yang normal.
Saya pun pernah mengunjungi sebuah tempat aborsi di Jakarta, ketika seorang teman tiba2 minta tolong untuk dibawakan nasi bungkus, karena dia lapar, sehabis aborsi.
Saya pun pernah mengkonsumsi narkoba, hanya karena saya ingin membuktikan, bahwa narkoba itu tidak enak dan menyakiti diri sendiri. Ternyata itu terbukti membuat saya memberhentikan beberapa teman dari jerat narkoba.

SAYA YAKIN, SAYA BERDOSA ATAS ITU SEMUA.
Dan terbayang si muslimah sejati tentu “najis”, melakukan itu semua.
Karena dengan pemungut sampah saja dia memalingkan muka,
apalagi dengan manusia2 yang benar2 di cap sampah masyarakat ?

Dan jika atas itu semua saya pun di anggap orang,
BUKAN MUSLIMAH SEJATI,
So be it…

Biarlah Tuhan yang memberikan ganjaran,
atas semua yang pernah saya lakukan.

Yang terpenting adalah berani mengikuti kata hati.
Dan hingga kini saya selalu berusaha memperdalam keislaman,
Insyaallah berusaha selalu melakukan yang paling diwajibkan, sholat 5 waktu.
Tapi saya tetap tak akan berpaling muka,
atas hal-hal yang tidak bisa saya terima di hati kecil ini.

Tidak ada komentar: