Selasa, 04 Oktober 2011

Democracy, I Trust You no More

Cukup sudah demokrasi ini.
Tahun 1998, ketika demokrasi Indonesia reinkarnasi, adalah saat dimana semua harapan tumpah-ruah. Bahwa, Indonesia akan keluar dari krisis ekonomi, dan julukan negara berkembang bukanlah sebuah julukan yang stagnan. Transparansi dalam segala bidang di puja-puja bagai dewa yang kan bawa perubahan, kala itu.

Lihat kini, 13 tahun sesudahnya.
Memang belum cukup lama. Tapi cukup untuk mengukur, adakah yang berubah ???. Tidak ada. Yang berubah hanyalah konflik vertikal-horisontal makin subur. Korupsi bukannya menuju kematian, malah “makin tua makin sehat”. Kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, sama saja dengan Orba, atau tidak lebih baik.

Lebih baik di tarik saja lagi, daripada terlanjur terjun ke jurang. Anggap saja ini uji coba yang gagal. Dan kata pepatah, “setidaknya kita pernah mencoba”.

Ternyata, rakyat yang berjuta jumlahnya, dari berbagai agama dan etnis, tersebar di ribuan pulau besar & kecil, juga memiliki banyak pemikiran yang berbeda-beda. Jadi bagaimana mungkin menyatukannya dalam sistem demokrasi ? tentu mereka semua akan berebut bersuara dan menuntut apa yang jadi kepentingannya. Alhasil, bentrok dimana-mana. Debat tanpa solusi di sini-sana. Dan fokus pemerintah hanya pada penyelesaian, bukan pada pencegahan. Ketika sekolah rubuh, baru diperbaiki, sementara yang akan rubuh, masih banyak lagi. Andai langsung saja presiden perintahkan renovasi semua sekolah usang, dan langsung keluarkan duitnya, maka semua masalah selesai !

Lets hunt for the one who have absolute power but humanist.
Yang sanggup untuk mengontrol jalannya pemerintahan dari pusat hingga daerah, dan memegang kendali penuh atas semua bidang kehidupan rakyat. Juga yang sanggup untuk mengendus kemiskinan hingga kepelosok negeri.

Kemakmuran sebuah bangsa pastilah harus di ukur dari kemandirian perekonomiannya. Ekonomi yang stabil, gaji per pekerja rata-rata min. 10 juta/ bulan, maka jalannya roda berbangsa-bernegara pun akan lurus-lurus saja. Jika sudah sampai pada tahap ini, barulah demokrasi cocok diaplikasikan. Karena urusan 3P :  perut, pakaian, perumahan, sudah aman. Rakyat tidak akan mempertaruhkan kenyamanan ini dengan mengambil resiko apapun.  Ini terjadi di negara-negara Eropa sana. Dimana demokrasi telah tumbuh subur.

Tapi tidak untuk Indonesia. Belum saatnya. Tidak dalam 30 tahun kedepan, apalagi saat ini. Kita masih butuh pemimpin yang kekuasaannya tidak terbatas, tapi tidak otoriter. Biar semuanya berada dibawah satu kendali, dan yang lain tidak usah banyak “cingcong” 

And the big question is : can we find this kind of person ? in Indonesian system of election, I doubt it ! Musnahkan dulu sistem multi-partai, baru keluar jagoannya.


Tidak ada komentar: