Senin, 27 Desember 2010

Catatan Sepakbola Indonesia (2)

Mengharap ketenangan pada dingin
dan teduh nya langit malam…

Karena saya sedih,
dan menangis.
Kekalahan itu pahit sekali.

Sehabis kemenangan yang berbaris-baris,
penyisihan 3 kali,
semifinal 2 kali,
langsung diporakporandakan dengan kekalahan telak 3-0,
dalam semalam.
Sakit rasanya…

Untuk membalasnya kembali,
butuh 4-0.
Angka 4 itu boleh lebih, tapi tidak boleh kurang.
Tapi yang angka 0 itu MUTLAK.
Beratkah?
Sangat.

Mengingat lawan hanya butuh untuk bertahan.
Sedangkan kita butuh bertahan, juga sangat butuh menyerang.
Sekali ini jujur saya mengaku,
Saya pesimis.
Bukan sifat saya.
Tapi terkadang rasa itu memang muncul.

Dan apa yang saya dapat dari dingin dan teduh langit malam ini?
Bahwa “kebesaran jiwa” saya dan bangsa ini kembali di uji.

Saya harus ikhlas.
Setelah euforia yang berkepanjangan,
saya harus kembali berpekur diri,
dan mengingat kembali kebelakang.
Bahwa sepakbola negeri ini baru saja bangkit.
Dan bukan berarti harus langsung menang.

Yang penting adalah,
Mematri dalam hati,
Saya harus tetap mencintai mereka,
Dalam menang ataupun kalah.
Karena ini adalah bagian dari jiwa nasionalisme,
Yang harus tertanam kuat, diantara rasa percaya-diri bangsa yang sedang limbung.

Dan yang baik dalam hal ini adalah,
Euforia dan histeria bangsa akan sepakbola belakangan waktu ini,
telah menjadi pil ekstasi.
Yang sesaat membuat lena rakyat.
Mereka bisa lupakan sejenak hiruk pikuk
ekonomi, politik, dan korupsi bangsa ini.
Semua menari, bernyanyi dan bersenang-senang.
Itu terapi yang sangat berguna.
Mengurai beberapa urat saraf yang sudah sangat kusut.
Meluruskan beberapa tulang yang sudah bengkok-bengkok.

Lalu mari kita lihat bersama,
dalam kekalahan ini,
Apakah para politikus itu masih sanggup mencari celah
untuk mendongkrak popularitas?
Apakah para media massa akan terus mengawal ketat pemberitaan
tentang sepakbola Indonesia pada event-event selanjutnya?
Dan akankah,
Para tifosi Garuda masih seperti lautan Merah Putih yang membara?

Akankah,
Gonzales, Bachdim, Utina, Maniani, Nasuha, M. Ridwan,  Bustomi, Hamzah, Maman,
Markus, dan mereka semua…akan selalu menjadi pujaan bangsa?

Dalam kekalahan lah,
Kebesaran jiwa di uji.

Dan kemenangan bukanlah tentang menjadi juara.
Itu adalah tentang,
Sanggupkah kita terus mencintai sepakbola Indonesia ?

Kesanggupan itu, yang akan membuat sepakbola Indonesia berjaya.
Tidak saat ini,
Suatu saat PASTI.




Tidak ada komentar: